TEMPO.CO, Jakarta - Produsen pesawat Boeing Co dan Regulator penerbangan Amerika Serikat, Federal Aviation Administration (FAA) mengeluarkan panduan resmi untuk semua operator pengguna pesawat B737 MAX 8 termasuk maskapai Lion Air. Isinya berupa arahan teknis untuk membaca sensor posisi pesawat terhadap aliran udara saat terbang (angle of attack/AOA), indikator yang dinilai bisa membingungkan pilot.
Baca: Lion Air Tabrak Tiang, Petugas AMC Dituding Salah Arahkan Pesawat
Maskapai Lion Air yang menjadi salah satu pengguna B737 MAX 8 di Indonesia, memastikan akan menuruti arahan tersebut. Pasalnya, panduan itu didasari temuan kecelakaan yang menimpa penerbangan Lion JT-610 rute Jakarta-Pangkalpinang. "Kalau pihak pabrikan membuat panduan begitu, ya kita ikuti karena terkait safety," ujar Managing Director Lion Air, Daniel Putut Kuncoro Adi kepada Tempo, Kamis 8 November 2018.
Merujuk pada buletin Boeing yang diterbitkan Rabu lalu, gangguan sensor AOA bisa membuat pilot kesulitan mengendalikan pesawat, jika tak diatasi dengan benar. Sensor itu menunjukkan posisi pergerakan pesawat dan aliran udara di sekitarnya. Gangguan, seperti disebutkan, bisa terjadi jika sudut pesawat ketika lepas landas terlampau tajam, dan memicu stall, alias kehilangan kendali aerodinamika (stall).
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengindikasikan hal itu dalam investigasi jatuhnya Lion JT-610 di perairan Karawang, Jawa Barat. Usai mengecek flight data recorder (FDR) pesawat beregistrasi PK-LQP itu, komite menemukan perbedaan 20 derajat antara AOA di sisi pilot dan copilot, hal itu pun berujung pada kerusakan perangkat penunjuk kecepatan.
Daniel berkata perseroan tengah menyusun rencana aksi keselamatan (safety action plan) Pembahasannya pun dilakukan bertahap dengan masukan dari KNKT.
"Sejak ada preliminary report sudah kami diskusikan agar insiden tak terulang lagi, tuturnya. "Info KNKT akan jadi referensi kami."
Pesawat Lion PK-LQP jatuh kala mengangkut 189 orang, termasuk kru kabin dan pilot. Pergerakan pesawat dengan catatan terbang 800 jam itu sempat tidak normal, sejak lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, menuju Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, Bangka Belitung.